Monday, 17 May 2010

Pria Arkansas Berkeliling Amerika Dengan Memikul Salib................


Perjalanan seorang pria asal Arkansas untuk mengelilingi negaranya mendapatkan perhatian dari orang-orang di setiap negara bagian yang dimasukinya. Alasannya bukan hanya karena Yosua Sarhan melakukannya dengan berjalan kaki namun karena dia juga memikul sebuah salib seberat 40 pon di bahunya.

Sarhan mengatakan Tuhan menaruh beban dalam hatinya untuk mulai berjalan ke seluruh negeri, memikul kayu salib, memberitahu orang-orang tentang kabar baik dari Injil. Setelah beberapa bulan bergumul dengan ide itu, ia benar-benar mengambil sebuah salib dan mulai berjalan.

Sarhan memulai perjalanannya dari gerejanya di Rogers, Arkansas, pada 17 Februari 2010 lalu, dan sejauh ini dia telah berjalan melalui delapan negara bagian. Dia berencana akan melanjutkan ke pantai Timur, ke Seattle, lalu ke Pantai Barat sebelum ia kembali ke rumah. Dia memperkirakan perjalanannya akan memakan waktu sekitar 12 bulan.

Pria berusia 33 tahun ini berkata ini adalah hal yang luar biasa untuk melihat bagaimana Tuhan bekerja dan menyediakan, bahkan lucunya bahwa berat badannya bertambah sekitar 10 kilo sejak dia mulai. Sementara beberapa hari telah latihan fisik, dia mengatakan bahwa dia tidak harus menderita cedera bahkan satu lecet di kakinya sejauh ini.

"Tuhan hanya menyediakan apa yang saya butuhkan setiap hari," katanya, apakah itu pakaian, makanan, tempat tinggal, bahkan alat berkemah.

Mantan Marinir ini mengakui bahwa dia telah berjuang melawan berbagai macam kecanduan sebelum mengalami belas kasihan Tuhan. Dia mengatakan ia bukanlah orang yang layak untuk melakukan apa yang dia lakukan saat ini. Dia mengerti apa artinya bergumul dengan panggilan Tuhan, terutama ketika akan kelihatan di luar akal atau gila.

Tapi akhirnya, ia mengatakan bahwa menolak Tuhan tidak pernah berhasil bagi orang percaya.

"Aku akan berkata menyerah pada panggilan itu. Allah itu setia." katanya.

Setelah menolak selama beberapa bulan untuk memikul salib itu, Sarhan sendiri akhirnya tidak bisa lepas dari beban untuk mentaatinya.

"Tuhan selalu menang," katanya. "Tidak peduli apapun yang terjadi, Dia selalu menang."


Source : cbn.com/dan- www.jawaban.com

joudykaeng

Wednesday, 9 December 2009

Winners Vs Losers

WINNERS VERSUS LOOSERS

The Winner is always part of the answer;
The Loser is always part of the problem.


The Winner always has a program;
The Loser always has an excuse.


The Winner says, "Let me do it for you";
The Loser says, "That is not my job."


The Winner sees an answer for every problem;
The Loser sees a problem for every answer.


The Winner says, "It may be difficult but it is possible";
The Loser say, "It may be possible but it is too difficult."


When a Winner makes a mistake, he says, " I was wrong";
When a Loser makes a mistake, he says, "It wasn't my fault."


A Winner makes commitments;
A Loser makes promises.


Winners have dreams;
Losers have schemes.


Winners say, "I must do something";
Losers say, "Something must be done."


Winners are a part of the team;
Losers are apart from the team.


Winners see the gain;
Losers see pain.


Winners see possibilities;
Losers see problems.


Winners believe in win/win;
Losers believe for them to win someone has to lose.


Winners see the potential;
Losers see the past.


Winners are like a thermostat;
Loser are like thermometers.

Winners choose what they say;
Losers say what they choose.


Winners use hard arguments, but soft words;
Losers use soft arguments, but hard words;


Winners stand firm on values but compromise on petty things;
Losers stand firm on petty things but compromise on values.


Winners follow the philosophy of empathy: "Don't do to others what you don't want them to do to you";
Losers follow the philosophy, "Do it to others before they do it to you."


Winners make it happen;
Losers let it happen.

Choose today, which type you are, but don't say it , because if you say what you choose,

he he he, you are the looser. just keep in your heart


Bebanku.......

> TUHAN, bebanku berat...
>
>
>
> "Mengapa bebanku berat sekali?" aku berpikir sambil
> membanting pintu kamarku dan bersender. "Tidak adakah
> istirahat dari hidup ini?"
>
>
>
> Aku menghempaskan badanku ke ranjang, menutupi
> telingaku dengan bantal.
>
> "Ya Tuhan," aku menangis, "Biarkan aku tidur...Biarkan
> aku tidur dan tidak pernah bangun kembali!" Dengan
> tersedu-sedu, aku mencoba untuk meyakinkan diriku
> untuk melupakan.
>
>
>
> Tiba-tiba gelap mulai menguasai pandanganku, Lalu,
> suatu cahaya yang sangat bersinar mengelilingiku
> ketika aku mulai sadar. Aku memusatkan perhatianku
> pada sumber cahaya itu. Sesosok pria berdiri di depan
> salib.
>
>
>
> "Anakku," orang itu bertanya, "mengapa engkau datang
> kepada-Ku sebelum Aku siap memanggilmu?"
>
>
>
> "Tuhan, aku mohon ampun. Ini karena... aku tidak bisa
> melanjutkannya. Kau lihat! betapa berat hidupku. Lihat
> beban berat di punggungku. Aku bahkan tidak bisa
> mengangkatnya lagi."
>
>
>
> "Tetapi, bukankah Aku pernah bersabda kepadamu untuk
> datang kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban
> berat, karena Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.
> Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun
> ringan."
>
>
>
> "Aku tahu Engkau pasti akan mengatakan hal itu. Tetapi
> kenapa bebanku begitu berat?"
>
>
>
> "Anak-Ku, setiap orang di dunia memiliki beban.
> Mungkin kau ingin mencoba salib yang lain?"
>
>
>
> "Aku bisa melakukan hal itu?"
>
>
>
> Ia menunjuk beberapa salib yang berada di depan
> kaki-Nya. Kau bisa mencoba semua ini. Semua salib itu
> berukuran sama. Tetapi setiap salib tertera nama orang
> yang memikulnya.
>
>
>
> "Itu punya Joan," kataku.
>
>
>
> Joan menikah dengan seorang kaya raya. Ia tinggal di
> lingkungan yang nyaman dan memiliki 3 anak perempuan
> yang cantik dengan pakaian yang bagus-bagus.
> Kadangkala ia menyetir sendiri ke gereja dengan mobil
> Cadillac suaminya kalau mobilnya rusak.
>
>
>
> "Umm, aku coba punya Joan. Sepertinya hidupnya
> tenang-tenang saja. Seberat apa beban yang Joan
> panggul?" pikirku.
>
>
>
> Tuhan melepaskan bebanku dan meletakkan beban Joan di
> pundakku. Aku langsung terjatuh seketika. "Lepaskan
> beban ini!" teriakku. "Apa yang menyebabkan beban ini
> sangat berat?"
>
>
>
> "Lihat ke dalamnya."
>
>
>
> Aku membuka ikatan beban itu dan membuka nya. Di
> dalamnya terdapat gambaran ibu mertua Joan, dan ketika
> aku mengangkatnya, ibu mertua Joan mulai berbicara,
> "Joan, kau tidak pantas untuk anakku, tidak akan
> pernah pantas. Ia tidak seharusnya menikah denganmu.
> Kau adalah wanita yang terburuk untuk cucu-cucuku..."
>
>
>
> Aku segera meletakkan gambaran itu dan mengangkat
> gambaran yang lain. Itu adalah Donna, adik terkecil
> Joan. Kepala Donna dibalut sejak operasi epilepsi yang
> gagal itu.
>
>
>
> Gambaran yang ketiga adalah adik laki-laki Joan. Ia
> kecanduan narkoba,telah dijatuhi hukuman karena
> membunuh seorang perwira polisi.
>
>
>
> "Aku tahu sekarang mengapa bebannya sangat berat,
> Tuhan. Tetapi ia selalu tersenyum dan suka menolong
> orang lain. Aku tidak menyadarinya..."
>
>
>
> "Apakah kau ingin mencoba yang lain?" tanya Tuhan
> dengan pelan.
>
>
>
> Aku mencoba beberapa. Beban Paula terasa sangat berat
> juga: Ia melihara 4 orang anak laki-laki tanpa suami.
> Debra punya juga demikian: masa kecilnya yang dinodai
> olah penganiayaan seksual dan menikah karena paksaan.
> Ketika aku melihat beban Ruth, aku tidak ingin
> mencobanya. Aku tahu di dalamnya ada penyakit
> Arthritis, usia lanjut, dan tuntutan bekerja penuh
> sementara suami tercintanya berada di Panti Jompo.
>
>
>
> "Beban mereka semua sangat berat, Tuhan" kataku.
> "Kembalikan bebanku"
>
>
>
> Ketika aku mulai memasang bebanku kembali, aku merasa
> bebanku lebih ringan dibandingkan yang lain.
>
>
>
> "Mari kita lihat ke dalamnya," Tuhan berkata.
>
>
>
> Aku menolak, menggenggam bebanku erat-erat. "Itu bukan
> ide yang baik," jawabku,
>
>
>
> "Mengapa?"
>
>
>
> "Karena banyak sampah di dalamnya."
>
>
>
> "Biar Aku lihat"
>
>
>
> Suara Tuhan yang lemah lembut membuatku luluh. Aku
> membuka bebanku. Ia mengambil satu buah batu bata dari
> dalam bebanku.
>
>
>
> "Katakan kepada-Ku mengenai hal ini."
>
>
>
> "Tuhan, Engkau tahu itu. Itu adalah uang. Aku tahu
> kalau kami tidak semenderita seperti orang lain di
> beberapa negara atau seperti tuna wisma di sini.
> Tetapi kami tidak memiliki asuransi, dan ketika
> anak-anak sakit, kami tidak selalu bisa membawa mereka
> ke dokter. Mereka bahkan belum pernah pergi ke dokter
> gigi. Dan aku sedih untuk memberikan mereka pakaian
> bekas."
>
>
>
> "Anak-Ku, Aku selalu memberikan kebutuhanmu.... dan
> semua anak-anakmu. Aku selalu memberikan mereka badan
> yang sehat. Aku mengajari mereka bahwa pakaian mewah
> tidak membuat seorang berharga di mataKu."
>
>
>
> Kemudian ia mengambil sebuah gambaran seorang anak
> laki-laki.! "Dan yang ini?" tanya Tuhan.
>
>
>
> "Andrew..." aku menundukkan kepala, merasa malu untuk
> menyebut anakku sebagai sebuah beban.
>
>
>
> "Tetapi, Tuhan, ia sangat hiperaktif. Ia tidak bisa
> diam seperti yang lain, ia bahkan membuatku sangat
> kelelahan. Ia selalu terluka, dan orang lain yang
> membalutnya berpikir akulah yang menganiayanya. Aku
> berteriak kepadanya selalu. Mungkin suatu saat aku
> benar-benar menyakitinya..."
>
>
>
> "Anak-Ku," Tuhan berkata. "jika kau percayakan
> kepada-Ku, aku akan memperbaharui kekuatanmu, dan jika
> engkau mengijinkan Aku untuk mengisimu dengan Roh
> Kudus, aku akan memberikan engkau kesabaran."
>
>
>
> Kemudian Ia mengambil beberapa kerikil dari bebanku.
>
>
>
> "Ya, Tuhan.." aku berkata sambil menarik nafas
> panjang. "Kerikil-kerikil itu memang kecil. Tetapi
> semua itu adalah penting. Aku membenci rambutku.
> Rambutku tipis, dan aku tidak bisa membuatnya
> kelihatan bagus. Aku tidak mampu untuk pergi ke salon.
> Aku kegemukan dan tidak bisa menjalankan diet. Aku
> benci semua pakaianku. Aku benci penampilanku!"
>
>
>
> "Anak-Ku, orang memang melihat engkau dari penampilan
> luar, tetapi Aku melihat jauh sampai ke dalamnya
> hatimu. Dengan Roh Kudus, kau akan memperoleh
> pengendalian diri untuk menurunkan berat badanmu.
> Tetapi keindahanmu tidak harus datang dari luar.
> Bahkan, seharusnya berasal dari dalam hatimu,
> kecantikan diri yang tidak akan pernah hilang dimakan
> waktu. Itulah yang berharga di mata-Ku."
>
>
>
> Bebanku sekarang tampaknya lebih ringan dari
> sebelumnya. "Aku pikir aku bisa menghadapinya
> sekarang," kataku,
>
>
>
> "Yang terakhir, berikan kepada-Ku batu bata yang
> terakhir." kata Tuhan.
>
>
>
> "Oh, Engkau tidak perlu mengambilnya. Aku bisa
> mengatasinya."
>
>
>
> "Anak-Ku, berikan kepadaKu."
>
>
>
> Kembali suara-Nya membuatku luluh. Ia mengulurkan
> tangan-Nya, dan untuk
>
> pertama kalinya Aku melihat luka-Nya.
>
>
>
> "Tuhan....Bagaimana dengan tangan-Mu? Tangan-Mu penuh
> dengan luka!!" Aku tidak lagi memperhatikan bebanku,
> aku melihat wajah-Nya untuk pertama kalinya. Dan pada
> dahi-Nya, kulihat luka yang sangat dalam... tampaknya
> seseorang telah menekan mahkota duri terlalu dalam ke
> dagingNya.
>
>
>
> "Tuhan," aku berbisik. "Apa yang terjadi dengan
> Engkau?"
>
>
>
> Mata-Nya yang penuh kasih menyentuh kalbuku.
>
>
>
> "AnakKu, kau tahu itu. Berikan kepadaku bebanmu. Itu
> adalah milikKu. Aku telah membelinya."
>
>
>
> "Bagaimana?"
>
>
>
> "Dengan darah-Ku"
>
>
>
> "Tetapi kenapa Tuhan?"
>
>
>
> "Karena aku telah mencintaimu dengan cinta abadi, yang
> tak akan punah dengan waktu. Berikan kepadaKu."
>
>
>
> Aku memberikan bebanku yang kotor dan mengerikan itu
> ke tangan-Nya yang terluka. Beban itu penuh dengan
> kotoran dan iblis dalam kehidupanku: kesombongan,
> egois, depresi yang terus-menerus menyiksaku. Kemudian
> Ia mengambil salibku kemudian menghempaskan salib itu
> ke kolam yang berisi dengan darahNya yang kudus.
> Percikan yang ditimbulkan oleh salib itu luar biasa
> besarnya.
>
>
>
> "Sekarang anak-Ku, kau harus kembali. Aku akan
> bersamamu selalu. Ketika kau berada dalam masalah,
> panggillah Aku dan Aku akan membantumu dan menunjukkan
> hal-hal yang tidak bisa kau bayangkan sekarang."
>
>
>
> "Ya, Tuhan, aku akan memanggil-Mu."
>
>
>
> Aku mengambil kembali bebanku.
>
>
>
> "Kau boleh meninggalkannya di sini jika engkau mau.
> Kau lihat beban-beban itu? Mereka adalah kepunyaan
> orang-orang yang telah meninggalkannya di kakiKu,
> yaitu Joan, Paula, Debra, Ruth... Ketika kau
> meninggalkan bebanMu di sini, aku akan menggendongnya
> bersamamu. Ingat, kuk yang Kupasang itu enak dan
> beban-Ku pun ringan."
>
>
>
> Seketika aku meletakkan bebanku, cahaya itu mulai
> menghilang. Namun, masih kudengar suaraNya berbisik,
> "Aku tidak akan meninggalkanmu, atau melepaskanmu."
>
>
>
> Saat itu, aku merasakan damai sekali di hatiku.
Terima kasih Tuhanku Yesus...

Saturday, 28 November 2009

Friday, 27 November 2009

sesuatu yang belum aku miliki...

Sebuah cerita dari Tiongkok Di sebuah daerah tinggal seorang saudagar kaya raya. Dia mempunyai seorang hamba yang sangat lugu - begitu lugu, hingga orang-orang menyebutnya si bodoh.
Suatu kali sang tuan menyuruh si bodoh pergi ke sebuah perkampungan miskin untuk menagih hutang para penduduk di sana. "Hutang mereka sudah jatuh tempo," kata sang tuan.

"Baik, Tuan," sahut si bodoh. "Tetapi nanti uangnya mau diapakan?"

"Belikan sesuatu yang aku belum punyai," jawab sang tuan.

Maka pergilah si bodoh ke perkampungan yang dimaksud. Cukup kerepotan juga si bodoh menjalankan tugasnya; mengumpulkan receh demi receh uang hutang dari para penduduk kampung. Para penduduk itu memang sangat miskin, dan pula ketika itu tengah terjadi kemarau panjang.

Akhirnya si bodoh berhasil jua menyelesaikan tugasnya. Dalam perjalanan
pulang ia teringat pesan tuannya, "Belikan sesuatu yang belum aku miliki."

"Apa, ya?" tanya si bodoh dalam hati.

"Tuanku sangat kaya, apa lagi yang belum dia punyai?"

Setelah berpikir agak lama, si bodoh pun menemukan jawabannya. Dia kembali ke perkampungan miskin tadi. Lalu dia bagikan lagi uang yang sudah dikumpulkannya tadi kepada para penduduk.

"Tuanku, memberikan uang ini kepada kalian," katanya.

Para penduduk sangat gembira. Mereka memuji kemurahan hati sang tuan.

Ketika si bodoh pulang dan melaporkan apa yang telah dilakukannya, sang tuan geleng-geleng kepala.

"Benar-benar bodoh," omelnya.

Waktu berlalu. Terjadilah hal yang tidak disangka-sangka; pergantian
pemimpin karena pemberontakan membuat usaha sang tuan tidak semulus dulu.

Belum lagi bencana banjir yang menghabiskan semua harta bendanya.

Pendek kata sang tuan jatuh bangkrut dan melarat. Dia terlunta meninggalkan rumahnya. Hanya si bodoh yang ikut serta. Ketika tiba di sebuah kampung, entah mengapa para penduduknya menyambut mereka dengan riang dan hangat; mereka menyediakan tumpangan dan makanan buat sang tuan.

"Siapakah para penduduk kampung itu, dan mengapa mereka sampai mau berbaik hati menolongku?" tanya sang tuan.

"Dulu tuan pernah menyuruh saya menagih hutang kepada para penduduk miskin kampung ini," jawab si bodoh.

"Tuan berpesan agar uang yang terkumpul saya belikan sesuatu yang belum tuan punyai. Ketika itu saya berpikir, tuan sudah memiliki segala sesuatu. Satu-satunya hal yang belum tuanku punyai adalah cinta di hati mereka.Maka saya membagikan uang itu kepada mereka atas nama tuan. Sekarang tuan menuai cinta mereka."

“……….karena apa yang di tabur orang, itu juga yang akan dituainya.” GALATIA 6:7

kemuliaan hanya bagi Yesus Kristus Tuhan

apakah engkau mengasihi-KU....???

Suatu pagi, aku terbangun untuk melihat matahari terbit.Ah, ciptaan Tuhan memang begitu indah! Sambil menyaksikan semua ini, aku memuji-muji Tuhan atas karyaNya yang begitu indah.Saat aku terduduk di situ, aku merasakan kehadiran Allah, Tuhanku Yesus Kristus datang kepadaku
Ia bertanya, "Apakah engkau mencintai Aku?"

Aku menjawab, "Tentu saja, Engkau adalah Tuhan dan Juru Selamatku!"

Kemudian Ia bertanya, "Sekiranya tubuhmu cacat, apakah engkau akan tetap mencintai Aku?"

Aku tertegun, dan melihat kedua kaki dan tanganku. Ah, alangkah sulitnya hidup ini, dengan tubuh yang cacat! Tetapi aku menjawab, "Tuhanku, jika aku cacat, akan sangat susah bagiku, tetapi aku akan tetap mencintai Engkau."

Kemudian Tuhan Yesus bertanya, "Sekiranya matamu tak dapat melihat, apakah engkau tetap bersyukur atas segala ciptaanKu?"

Secara tiba-tiba aku terbayang orang-orang tuna netra di seluruh dunia dan bagaimana mereka tetap memuji dan bersyukur atas segala ciptaan Tuhan. Jadi aku menjawab, "Alangkah sulitnya jika aku tidak dapat melihat, Tuhanku, tetapi aku tetap akan bersyukur atas segala ciptaanMu."

Kemudian Tuhan Yesus berkata, "Sekiranya engkau tidak dapat mendengar, apakah engkau tetap akan setia kepada setiap FirmanKu?"

Lalu aku berpikir, bagaimana mungkin aku mendengarkan Firman Allah jika aku tuli? Tetapi kemudian aku tersentak, dan menyadari bahwa aku perlu mendengar Firman Allah dengan hati, bukan dengan telinga saja. Maka aku menjawab, "Alangkah sulitnya Tuhan, jika aku tuli, tetapi aku akan tetap mendengar segala FirmanMu."

Kemudian Tuhan Yesus bertanya, "Sekiranya engkau tidak dapat berkata-kata dalam hidupmu, apakah engkau tetap akan memuji NamaKu?"

Bagimana mungkin aku menyampaikan puji-pujian tanpa suara? Tetapi akupun sadar bahwa Tuhan ingin puji-pujian itu berasal dari hatiku yang paling dalam dan dari ketulusan jiwaku. Maka akupun menjawab, "Alangkah sulitnya, Tuhan, jika aku tidak dapat berkata-kata, tetapi aku akan tetap bernyanyi di dalam hatiku, memuji dan bersyukur kepadaMu."

Kemudian Tuhan Yesus bertanya, "Apakah engkau mencintai Aku?"

Dengan penuh keyakinan, aku menjawab, "Ya, Tuhanku,aku mencintai Engkau karena Engkaulah Allah yang Maha Kuasa!"

Aku pikir, aku telah menjawab pertanyaan Tuhanku dengan baik....

Kemudian Tuhan Yesus bertanya, "Lalu, mengapa engkau tetap berbuat dosa? Mengapa engkau menjauh dariKu disaat-saat kesukacitaanmu?
Dan engkau mencari-cari Aku dalam seruan doa-doamu disaat Engkau kesusahan?"

Aku tidak menjawab. Hanya air mata yang mengalir.

Kemudian Tuhan Yesus melanjutkan, "Mengapa engkau hanya bernyanyi memujiKu disaat kebaktian dan retretmu? Mengapa engkau mencari-cari Aku hanya saat beribadah? Mengapa engkau meminta-minta terus hanya untuk kepuasan dirimu sendiri? Mengapa engkau meminta-minta kepadaKu tanpa kesetiaan?"

Air mataku terus mengalir.

"Mengapa engkau tidak menyampaikan FirmanKu pada semua orang? Mengapa engkau mencari-cari alasan saat Aku memberikanmu kesempatan
kepadamu untuk memuliakan namaKu?"

Aku mencoba untuk menjawab. Tapi tidak ada jawaban.

"Engkau telah Kuberkati dengan Hidup. Aku menciptakanmu bukan untuk menyia-nyiakan pemberianKu itu. Aku telah memberkatimu dengan berbagai talenta untuk melayaniKu dengan kasih, tetapi engkau terus berpaling daripadaKu. Aku telah menyingkapkan FirmanKu kepadamu, tetapi engkau tidak bertambah dalam pengertianmu. Aku telah berbicara kepadamu, tetapi telinga hatimu tertutup rapat. Aku telah menunjukkan berkat-berkatKu kepadamu, tetapi matamu tidak mau melihat. Tetapi Aku telah mendengarkan doa-doamu, anakKu, dan Aku telah menjawabnya."

"Apakah engkau mencintai Aku?" Tanya Tuhan Yesus sekali lagi.

Aku tidak bisa menjawab. Aku teramat sedih dan malu. Aku tidak memiliki alasan lagi. Setelah aku meratap dalam tangis, aku berkata, "Ampuni aku, Tuhan, aku tidak layak menjadi anakMu."

Tetapi Tuhan Yesus menjawab, "AnakKu... anakKu yang Kukasihi, Aku sangat mencintaimu!"

Aku menjawab, "Mengapa Engkau selalu mau mengampuni aku? Mengapa Engkau mengasihi aku seperti itu?"

Tuhan Yesus menjawab, "Karena engkau adalah ciptaanKu. Engkau adalah anakKu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Disaat engkau menangis, Aku tahu kesedihanmu dan Akupun menangis disisimu. Disaat engkau bersuka cita, Akupun tertawa bersamamu. Disaat engkau putus asa, Aku datang memberikan semangat bagimu. Disaat engkau terjatuh, Aku mengulurkan tanganKu untuk mengangkatmu. Disaat engkau lelah, Aku mengangkatmu didalam dekapan pelukanKu. Aku akan selalu bersertamu dan mencintaimu sampai akhir segala zaman."

Aku tidak pernah menangis seperti saat itu. Bagaimana mungkin aku bisa begitu dingin terhadap Allahku. Bagaimana mungkin aku menyakiti hati Tuhan, setelah begitu banyak yang telah dilakukanNya bagiku?

Lalu aku bertanya kepada Tuhan Yesus, "Tuhan, seberapa besarkah kasihMu bagiku?"

Kemudian Tuhan Yesus membuka tanganNya lebar-lebar. Dan aku melihat tanganNya yang luka karena paku di kayu salib, dan aku teringat akan segala kesengsaraanNya. Kesengsaraan sampai mati, karena kasih.
Aku tersungkur di kaki Kristus, Juru Selamatku. Bersujud dan menangis.

Kata Yesus kepadanya untuk yang ketiga kalinya” “Simon , anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya : “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.

“ Kata Yesus kepadanya : “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”

Praise the LORD JESUS

Tuesday, 29 September 2009

Cerita lucu.....




Seekor unta kecil bertanya kepada induknya,

"Ibu kenapa sih telapak kakiku besar dan hanya terdiri dari tiga jari?"

Si induk menjawab,
"Kita kan unta, kaki seperti itu bagus untuk melewati gurun agar kaki tidak tenggelam dalam pasir."

"Lalu kenapa bulu mataku panjang?" tanya anak unta lagi.

"Jika kita berjalan di gurun, pasir-pasir kan selalu beterbangan. Bulu mata yang
panjang akan melindungi matamu dari kemasukan pasir," jawab induknya.

"Di punggungku ada punuk. Itu untuk apa?" tanya anak unta.

"Itu untuk menyimpan air. Jadi kalau kita berjalan melintasi gurun yang susah air, kita bisa bertahan walaupun tidak minum berhari-hari, " jawab induknya.

Setelah sekian lama terdiam, si anak unta berkata lagi,

"Jadi kita punya telapak kaki lebar, bulu mata panjang dan punuk di punggung adalah untuk hidup di gurun."

"Benar sayang," jawab induknya.

"Lalu kenapa kita ada di Ragunan?"