Wednesday 9 December 2009

Bebanku.......

> TUHAN, bebanku berat...
>
>
>
> "Mengapa bebanku berat sekali?" aku berpikir sambil
> membanting pintu kamarku dan bersender. "Tidak adakah
> istirahat dari hidup ini?"
>
>
>
> Aku menghempaskan badanku ke ranjang, menutupi
> telingaku dengan bantal.
>
> "Ya Tuhan," aku menangis, "Biarkan aku tidur...Biarkan
> aku tidur dan tidak pernah bangun kembali!" Dengan
> tersedu-sedu, aku mencoba untuk meyakinkan diriku
> untuk melupakan.
>
>
>
> Tiba-tiba gelap mulai menguasai pandanganku, Lalu,
> suatu cahaya yang sangat bersinar mengelilingiku
> ketika aku mulai sadar. Aku memusatkan perhatianku
> pada sumber cahaya itu. Sesosok pria berdiri di depan
> salib.
>
>
>
> "Anakku," orang itu bertanya, "mengapa engkau datang
> kepada-Ku sebelum Aku siap memanggilmu?"
>
>
>
> "Tuhan, aku mohon ampun. Ini karena... aku tidak bisa
> melanjutkannya. Kau lihat! betapa berat hidupku. Lihat
> beban berat di punggungku. Aku bahkan tidak bisa
> mengangkatnya lagi."
>
>
>
> "Tetapi, bukankah Aku pernah bersabda kepadamu untuk
> datang kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban
> berat, karena Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.
> Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun
> ringan."
>
>
>
> "Aku tahu Engkau pasti akan mengatakan hal itu. Tetapi
> kenapa bebanku begitu berat?"
>
>
>
> "Anak-Ku, setiap orang di dunia memiliki beban.
> Mungkin kau ingin mencoba salib yang lain?"
>
>
>
> "Aku bisa melakukan hal itu?"
>
>
>
> Ia menunjuk beberapa salib yang berada di depan
> kaki-Nya. Kau bisa mencoba semua ini. Semua salib itu
> berukuran sama. Tetapi setiap salib tertera nama orang
> yang memikulnya.
>
>
>
> "Itu punya Joan," kataku.
>
>
>
> Joan menikah dengan seorang kaya raya. Ia tinggal di
> lingkungan yang nyaman dan memiliki 3 anak perempuan
> yang cantik dengan pakaian yang bagus-bagus.
> Kadangkala ia menyetir sendiri ke gereja dengan mobil
> Cadillac suaminya kalau mobilnya rusak.
>
>
>
> "Umm, aku coba punya Joan. Sepertinya hidupnya
> tenang-tenang saja. Seberat apa beban yang Joan
> panggul?" pikirku.
>
>
>
> Tuhan melepaskan bebanku dan meletakkan beban Joan di
> pundakku. Aku langsung terjatuh seketika. "Lepaskan
> beban ini!" teriakku. "Apa yang menyebabkan beban ini
> sangat berat?"
>
>
>
> "Lihat ke dalamnya."
>
>
>
> Aku membuka ikatan beban itu dan membuka nya. Di
> dalamnya terdapat gambaran ibu mertua Joan, dan ketika
> aku mengangkatnya, ibu mertua Joan mulai berbicara,
> "Joan, kau tidak pantas untuk anakku, tidak akan
> pernah pantas. Ia tidak seharusnya menikah denganmu.
> Kau adalah wanita yang terburuk untuk cucu-cucuku..."
>
>
>
> Aku segera meletakkan gambaran itu dan mengangkat
> gambaran yang lain. Itu adalah Donna, adik terkecil
> Joan. Kepala Donna dibalut sejak operasi epilepsi yang
> gagal itu.
>
>
>
> Gambaran yang ketiga adalah adik laki-laki Joan. Ia
> kecanduan narkoba,telah dijatuhi hukuman karena
> membunuh seorang perwira polisi.
>
>
>
> "Aku tahu sekarang mengapa bebannya sangat berat,
> Tuhan. Tetapi ia selalu tersenyum dan suka menolong
> orang lain. Aku tidak menyadarinya..."
>
>
>
> "Apakah kau ingin mencoba yang lain?" tanya Tuhan
> dengan pelan.
>
>
>
> Aku mencoba beberapa. Beban Paula terasa sangat berat
> juga: Ia melihara 4 orang anak laki-laki tanpa suami.
> Debra punya juga demikian: masa kecilnya yang dinodai
> olah penganiayaan seksual dan menikah karena paksaan.
> Ketika aku melihat beban Ruth, aku tidak ingin
> mencobanya. Aku tahu di dalamnya ada penyakit
> Arthritis, usia lanjut, dan tuntutan bekerja penuh
> sementara suami tercintanya berada di Panti Jompo.
>
>
>
> "Beban mereka semua sangat berat, Tuhan" kataku.
> "Kembalikan bebanku"
>
>
>
> Ketika aku mulai memasang bebanku kembali, aku merasa
> bebanku lebih ringan dibandingkan yang lain.
>
>
>
> "Mari kita lihat ke dalamnya," Tuhan berkata.
>
>
>
> Aku menolak, menggenggam bebanku erat-erat. "Itu bukan
> ide yang baik," jawabku,
>
>
>
> "Mengapa?"
>
>
>
> "Karena banyak sampah di dalamnya."
>
>
>
> "Biar Aku lihat"
>
>
>
> Suara Tuhan yang lemah lembut membuatku luluh. Aku
> membuka bebanku. Ia mengambil satu buah batu bata dari
> dalam bebanku.
>
>
>
> "Katakan kepada-Ku mengenai hal ini."
>
>
>
> "Tuhan, Engkau tahu itu. Itu adalah uang. Aku tahu
> kalau kami tidak semenderita seperti orang lain di
> beberapa negara atau seperti tuna wisma di sini.
> Tetapi kami tidak memiliki asuransi, dan ketika
> anak-anak sakit, kami tidak selalu bisa membawa mereka
> ke dokter. Mereka bahkan belum pernah pergi ke dokter
> gigi. Dan aku sedih untuk memberikan mereka pakaian
> bekas."
>
>
>
> "Anak-Ku, Aku selalu memberikan kebutuhanmu.... dan
> semua anak-anakmu. Aku selalu memberikan mereka badan
> yang sehat. Aku mengajari mereka bahwa pakaian mewah
> tidak membuat seorang berharga di mataKu."
>
>
>
> Kemudian ia mengambil sebuah gambaran seorang anak
> laki-laki.! "Dan yang ini?" tanya Tuhan.
>
>
>
> "Andrew..." aku menundukkan kepala, merasa malu untuk
> menyebut anakku sebagai sebuah beban.
>
>
>
> "Tetapi, Tuhan, ia sangat hiperaktif. Ia tidak bisa
> diam seperti yang lain, ia bahkan membuatku sangat
> kelelahan. Ia selalu terluka, dan orang lain yang
> membalutnya berpikir akulah yang menganiayanya. Aku
> berteriak kepadanya selalu. Mungkin suatu saat aku
> benar-benar menyakitinya..."
>
>
>
> "Anak-Ku," Tuhan berkata. "jika kau percayakan
> kepada-Ku, aku akan memperbaharui kekuatanmu, dan jika
> engkau mengijinkan Aku untuk mengisimu dengan Roh
> Kudus, aku akan memberikan engkau kesabaran."
>
>
>
> Kemudian Ia mengambil beberapa kerikil dari bebanku.
>
>
>
> "Ya, Tuhan.." aku berkata sambil menarik nafas
> panjang. "Kerikil-kerikil itu memang kecil. Tetapi
> semua itu adalah penting. Aku membenci rambutku.
> Rambutku tipis, dan aku tidak bisa membuatnya
> kelihatan bagus. Aku tidak mampu untuk pergi ke salon.
> Aku kegemukan dan tidak bisa menjalankan diet. Aku
> benci semua pakaianku. Aku benci penampilanku!"
>
>
>
> "Anak-Ku, orang memang melihat engkau dari penampilan
> luar, tetapi Aku melihat jauh sampai ke dalamnya
> hatimu. Dengan Roh Kudus, kau akan memperoleh
> pengendalian diri untuk menurunkan berat badanmu.
> Tetapi keindahanmu tidak harus datang dari luar.
> Bahkan, seharusnya berasal dari dalam hatimu,
> kecantikan diri yang tidak akan pernah hilang dimakan
> waktu. Itulah yang berharga di mata-Ku."
>
>
>
> Bebanku sekarang tampaknya lebih ringan dari
> sebelumnya. "Aku pikir aku bisa menghadapinya
> sekarang," kataku,
>
>
>
> "Yang terakhir, berikan kepada-Ku batu bata yang
> terakhir." kata Tuhan.
>
>
>
> "Oh, Engkau tidak perlu mengambilnya. Aku bisa
> mengatasinya."
>
>
>
> "Anak-Ku, berikan kepadaKu."
>
>
>
> Kembali suara-Nya membuatku luluh. Ia mengulurkan
> tangan-Nya, dan untuk
>
> pertama kalinya Aku melihat luka-Nya.
>
>
>
> "Tuhan....Bagaimana dengan tangan-Mu? Tangan-Mu penuh
> dengan luka!!" Aku tidak lagi memperhatikan bebanku,
> aku melihat wajah-Nya untuk pertama kalinya. Dan pada
> dahi-Nya, kulihat luka yang sangat dalam... tampaknya
> seseorang telah menekan mahkota duri terlalu dalam ke
> dagingNya.
>
>
>
> "Tuhan," aku berbisik. "Apa yang terjadi dengan
> Engkau?"
>
>
>
> Mata-Nya yang penuh kasih menyentuh kalbuku.
>
>
>
> "AnakKu, kau tahu itu. Berikan kepadaku bebanmu. Itu
> adalah milikKu. Aku telah membelinya."
>
>
>
> "Bagaimana?"
>
>
>
> "Dengan darah-Ku"
>
>
>
> "Tetapi kenapa Tuhan?"
>
>
>
> "Karena aku telah mencintaimu dengan cinta abadi, yang
> tak akan punah dengan waktu. Berikan kepadaKu."
>
>
>
> Aku memberikan bebanku yang kotor dan mengerikan itu
> ke tangan-Nya yang terluka. Beban itu penuh dengan
> kotoran dan iblis dalam kehidupanku: kesombongan,
> egois, depresi yang terus-menerus menyiksaku. Kemudian
> Ia mengambil salibku kemudian menghempaskan salib itu
> ke kolam yang berisi dengan darahNya yang kudus.
> Percikan yang ditimbulkan oleh salib itu luar biasa
> besarnya.
>
>
>
> "Sekarang anak-Ku, kau harus kembali. Aku akan
> bersamamu selalu. Ketika kau berada dalam masalah,
> panggillah Aku dan Aku akan membantumu dan menunjukkan
> hal-hal yang tidak bisa kau bayangkan sekarang."
>
>
>
> "Ya, Tuhan, aku akan memanggil-Mu."
>
>
>
> Aku mengambil kembali bebanku.
>
>
>
> "Kau boleh meninggalkannya di sini jika engkau mau.
> Kau lihat beban-beban itu? Mereka adalah kepunyaan
> orang-orang yang telah meninggalkannya di kakiKu,
> yaitu Joan, Paula, Debra, Ruth... Ketika kau
> meninggalkan bebanMu di sini, aku akan menggendongnya
> bersamamu. Ingat, kuk yang Kupasang itu enak dan
> beban-Ku pun ringan."
>
>
>
> Seketika aku meletakkan bebanku, cahaya itu mulai
> menghilang. Namun, masih kudengar suaraNya berbisik,
> "Aku tidak akan meninggalkanmu, atau melepaskanmu."
>
>
>
> Saat itu, aku merasakan damai sekali di hatiku.
Terima kasih Tuhanku Yesus...

No comments: